Rabu, 13 Agustus 2014

Tips Agar Tidak Terjebak Menjadi Hyper Parenting

Hyper-parenting merupakan pola pengasuhan yang dilakukan dengan kontrol berlebihan dari orang tua. Walau kerap kali menunjukkan kekuasaan sebagai orang dewasa yang mengasuh dan mendidik anak, mungkin Anda tidak menyadari bahwa hal tersebut termasuk kategori hyper-parenting. Penerapan pola ini bisa terjadi karena didasari kepercayaan bahwa anak yang memiliki segudang aktivitas yang tepat, dilakukan secara teratur, bersemangat, dengan bimbingan orang tua, akan tumbuh menjadi anak sempurna dan pandai. Sehingga kebanyakan orang tua menyiapkannya sejak awal, agar anak tidak memiliki masa depan yang sia-sia atau tanpa harapan.

Tidak salah memang jika sebagai orang tua sudah mempersiapkan masa depan anak. Namun pola hyper-parenting sering kali membuat orang tua lupa kalau membesarkan anak tidak bisa disamakan dengan membuat rencana bisnis untuk jangka panjang. Setelah paham dengan dunia dan tahap perkembangan anak akankah kita masih sering menyetir hanya karena kecemasan akan prestasi anak? tentunya kita tidak ingin terjebak pada perilaku hyper parenting bukan?

Berikut beberapa tips agar terhindar dari jebakan hyper parenting: 
1. Belajar menjadi pendengar apa yang diinginkan anak. Orang tua sering menuntut anak agar mendengarkan perintah dan nasehat tapi tidak adil jika kita tidak mau mendengar suara hati mereka. Dengan mendengar, orang tua akan peka isyarat anak sekaligus memahami ritme alami anak. Orang tua akan mengetahui mana kegiatan yang dibutuhkan anak dan mana yang tidak. Dan tanyakan terlebih dahulu apakah anak menyukai kegiatan tertentu atau tidak.

2. Menyempatkan waktu bersama anak-anak. Tidak ada kesempatan lebih efektif selain bersamanya. Ketahuilah masa kanak-kanak berlalu begitu cepat, tanpa kita sadari tiba-tiba mereka akan sibuk dengan teman sebayanya, pekerjaan dan akhirnya meninggalkan kita.

3. Biarkan sesekali anak tidak produktif. Orang tua kerap gerah melihat anak bersantai tanpa kegiatan produktif. Waktu tidak produktif diperlukan anak untuk merangsang menciptakan sendiri kesenangannya.

4. Hindari menilai anak dari semua aspek kehidupannya. Masa kanak-kanak adalah masa persiapan, bukan tempatnya menetapkan standar kita kepada anak. Anak juga berhak gembira, bersenang-senang, beristirahat dan mempunyai waktu luang yang mereka isi sesuai pilihnnya sendiri.

5. Tidak membandingkan dengan anak lain atau membandingkan masa kanak kita dengan masa kanak anak sekarang. Allah Sang pencipta telah memberi setiap anak keistimewaan dan keunikan masing masing, maka hargailah keistimewaannya dengan tidak membandingkan dengan anak lain.

Hendaknya orang tua jangan melupakan bahwa masa anak-anak adalah masa persiapan. Pada masa itu, belum waktunya anak tampil penuh atau unggul dalam segala hal. Itulah sebenarnya alasan mengapa anak harus belajar banyak hal. Masih panjang waktu bagi anak untuk meraih keberhasilannya di masa depan. Tentunya akan lebih baik kalau anak-anak bisa meraihnya dengan usahanya sendiri disertai bimbingan dan kasih orang tua.

Sumber: kesekolah.com

Pentingnya Mengajari Anak Tentang Toleransi dan Pemaaf

Toleransi adalah merupakan salah satu kunci sukses anak bergaul dengan orang lain di lingkungannya. Toleransi merupakan awal dari sikap menerima bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang salah. Justru, perbedaan harus dihargai dan dimengerti. Sikap toleran juga akan mengarahkan anak kepada sikap baik, yaitu pemaaf.

Perilaku toleran dapat dicontohkan orangtua dengan saling memberi kesempatan berbicara dan menyatakan pendapat atau saling memaafkan. Jika Anda tidak senang didebat dan mau menang sendiri akan menjadi contoh buruk bagi anak Anda. Ucapan dan kata yang sering didengar anak akan membekas dalam ingatannya. Saat memarahi anak, usahakan jangan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik.

Seleksilah media dengan seksama seperti bacaan serta tontonan anak agar hal-hal yang kurang baik dapat dihindari. Pilihkan bacaan atau tontonan yang memberikan contoh bagus tentang sikap toleran dan pemaaf.

Setiap kali ada contoh menarik, tanyakan bagaimana pendapatnya dan ungkapkan pula pendapat Anda. Seperti memuji sikap tokoh kartun yang menerima pendapat temannya. Jika hal tersebut dilakukan secara rutin, anak memperoleh kepastian dan merasa mantap tentang apa yang harus ia lakukan. Sebaiknya Anda juga harus belajar menghargai pendapat anak serta meminta maaf jika Anda melakukan kesalahan.

Menanamkan sikap toleransi sejak dini tentu memiliki banyak manfaat bagi tumbuh kembang anak. Anak menjadi lebih mudah beradaptasi serta memiliki lingkungan sosial yang lebih luas. Proses belajar anak ini tidak harus dilakukan dengan serius. Orang tua dapat mengajarkannya saat aktivitas menonton TV, membaca dan bermain bersama sehingga proses ini menjadi tidak begitu rumit.

Bagaimana, sudahkah Anda mengajari anak bertoleransi dengan sesamanya?

Sumber: kesekolah.com